Rabu, 20 Mei 2009

Orasi Ilmiah

“PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN”

Drs. Rudy Hidana, M.Pd.*
(Kandidat Doktor UPI Bandung)

*Jurusan Analis Kesehatan
STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

disampaikan pada
Dies Natalis Ke-5 STIKes BTH
Tasikmalaya, 28 April 2009




Yang terhormat Ketua dan Anggota Yayasan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, Ketua dan Anggota Senat Akademik STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, Ketua dan Pimpinan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, para undangan, staf akademik STIKes Bakti Tunas Husada, perwakilan mahasiswa STIKes Bakti Tunas Husada, staf non-akademik STIKes Bakti Tunas Husada serta para hadirin yang berbahagia. Assalamua laikum warahmatullahi wabarakatuh., salam sejahtera bagi kita semua.
Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada Pimpinan STIKes BaktiTunas Husada Tasikmalaya atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pidato ilmiah pada acara dies natalis STIKes BTH Tasikmalaya yang ke 5 yang jatuh pada hari ini, sungguh merupakan kehormatan bagi saya pribadi dan jurusan Analis Kesehatan yang sedang dalam proses pembentukan S1 Analis Kesehatan. Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan
Penjaminan Mutu Pendidikan : STIKes BTH

Pendahuluan

Pendidikan bermutu adalah dambaan serta harapan setiap orang ataupun lembaga. Masyarakat dan orang tua mengharapkan agar anak-anak mereka mendapat pendidikan bermutu agar mampu bersaing dalam memperoleh berbagai peluang baik dalam meraih pekerjaan maupun dalam menjalani kehidupan. Pemerintah mengharapkan agar setiap lembaga pendidikan itu bermutu, karena dengan pendidikan bermutu dapat menghasilkan sumber daya manusia bermutu yang akan memberi kontribusi kepada keberhasilan pembangunan. Para pemakai lulusan seperti dunia bisnis dan industri juga mengharapkan agar pendidikan bermutu sehingga tenaga kerja atau sumber daya manusia yang direkrut benar-benar produktif.
Era globalisasi memberi dampak yang cukup luas dalam berbagi aspek kehidupan, termasuk tuntutan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada era ini setiap bidang menuntut sumber daya manusia bermutu yang memiliki kemampuan tinggi dan handal, sehingga persaingan terutama yang terkait dengan mutu sumber daya manusia sangat ketat. Untuk memenuhi tuntutan ini perbaikan dan pengembangan sistem penyelenggaraan pendidikan di STIKes BTH secara berkesinambungan perlu dilakukan sejalan dengan dinamika perkernbangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perubahan masyarakat itu sendiri.
Undang-Undang Nomor 2O Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan, bahwa pendidikan dilaksanakan melalui suatu sistern pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di antara implikasi penting dari pemberlakuan Undang-Undang ini adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan di wilayah negara Republik Indonesia harus sesuai dengan standar yang berlaku di negeri ini. Terkait dengan mutu pendidikan, maka penyelenggaraan pendidikan di STIKes BTH harus memenuhi standarisasi mutu yang seharusnya dicapai sesuai dengan standar nasional pendidikan, sehingga keluaran dari STIKes BTH pada jenjang apapun sekurang-kurangnya memenuhi standar mutu tesebut.
Diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah berdampak pada pengelolaan pendidikan di daerah. Di satu sisi, otonomi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap berkembangnya STIKes yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan-tantangan yang dihadapi STIKes dan daerah yang bersangkutan. Di sisi lain, keragaman potensi dan sumber daya daerah dapat menyebabkan mutu keluaran STIKes sangat bervariasi. Oleh karena itu, upaya standardisasi mutu dan jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan memenuhi standar mutu itu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.
Perbaikan dan pengembangan sistem penyelenggaraan pendidikan di STIKes BTH dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap kelayakan dan kinerja STIKes. Ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk meperbaikinya.
Penilaian terhadap kelayakan dan kinerja yang dilakukan secara terus menerus dalam rangka melakukan perbaikan dan peningkatan mutu STIKes BTH secara berkesinambungan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan manajemen, khususnya manajemen mutu STIKes. Dalam manajemen mutu ini semua fungsi manajemen yang dijalankan oleh manajer pendidikan di STIKes diarahkan untuk memberi kepuasan kepada pelanggannya, baik pelanggan internal yaitu dosen dan tenaga kependidikan (non dosen) serta tenaga administrasi, pelanggan eksternal yang primer yaitu mahasiswa, yang sekunder yaitu pemerintah, orang tua atau masyarakat yang membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier yaitu lembaga atau para pemakai lulusan. Semua ini dilaksanakan agar penyelenggara pendidikan di STIKes dapat memberi jaminan kepada para pelanggannnya bahwa pendidikan yang diselenggarakannya adalah pendidikan bermutu.


Konsep penjaminan mutu

Dalam manajemen produksi ada suatu mekanisme penjaminan agar produk yang dihasilkan bermutu dengan menihilkan kerusakan atau sekecil mungkin kegagalan. Penjaminan ini berkaitan dengan semua aspek dan faktor, baik terkait input, proses, sumber daya manusia dan material termasuk alat yang digunakan, hingga konsistensi hasil yang bermutu.
Dalam perspektif manajemen mutu, mengendalikan mutu suatu produk setelah dihasilkan bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Bila terjadi kegagalan produksi atau produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar ini berarti bahwa proses produksi lebih mahal. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua aspek yang terkait dengan produksi mencapai standar mutu tertentu sehingga keluaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan.
Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance (QA) atau Penjaminan Mutu. Dalam penerapan penjaminan mutu tidak lagi diperlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan, melainkan semua sumber daya dan factor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin dihasilkannya produk yang bermutu.
Tujuan utama dari manajemen mutu yang menerapkan konsep ini adalah untuk rnencegah atau memperkecil terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan selama proses produksi diawasi sejak permulaan proses produksi itu. Apabila terjadi kesalahan dalam proses produksi itu segera dilakukan perbaikan sehingga terjadinya kerugian yang lebih besar bisa dihindari.
Dalam manajemen produksi, melakukan pengendalian mutu setelah suatu barang diproduksi dapat menimbulkan kerugian. Kerugian itu disebabkan oleh adanya sejumlah hasil produksi yang gagal (tidak bermutu). Oleh karena itu, gerakan mutu memikirkan tentang proses produksi yang bisa menjamin barang yang diproduksi itu memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Penerapan manajemen mutu seperti ini memiliki nilai keunggulan, yaitu adanya standar kerja dan produk yang ditetapkan terlebih dahulu serta adanya upaya untuk mengawasi produksi secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai penerapan sistem manajemen mutu seperti ini relatif mahal, karena harus tersedia berbagai sumberdaya khusunya sumber daya manusia yang andal, namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan, karena dapat dicegahnya pemborosan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam proses produksi. Dengan demikian produk yang dihasilkan terjamin mutunya, dalam arti bisa memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan.


STIKes sebagai Penyedia Jasa

Praktek penyelenggaraan pendidikan dapat dianalogikan dengan proses produksi sebuah industri, khususnya industri jasa. STIKes dapat dipandang sebagai lembaga yang memproduksi jasa (service) kepada para pelanggannya. Pelanggan pendidikan meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal.
Pelanggan internal adalah pengajar atau dosen dan tenaga adininistratif, sedangkan pelanggan ekstemal dipilah-pilah menjadi pelanggan primer, sekunder dan tersier. Pelanggan eksternal primer STIKes adalah peserta didik atau mahasiswa, pelanggan sekundernya adalah pemerintah, orang tua atau masyarakat yang membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier adalah lembaga pendidikan pada jenjang berikutnya atau para pemakai lulusan.
Dengan berpegang pada konsep ini maka mutu STIKes ditentukan oleh sejauh mana pelanggan-pelanggan baik internal maupun eksternal itu merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh STIKes. Hal ini berarti bahwa STIKes bermutu adalah STIKes yang pelaksanaan pendidikannya atau pelayanan yang diberikannya sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya dalam berbagai katagori seperti dijelaskan di atas.
Apakah suatu STIKes dapat memberi layanan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan pelanggannya merupakan pertanyaan kunci dalam menilai mutu STIKes. Untuk ini perlu ada kriteria penilaian pada masing-masing dimensi mutu, seperti hasil belajar, pembelajaran, materi pembelajaran, dan pengelolaan. Dimensi hasil belajar dapat dipandang sebagai dimensi keluaran atau output, sedangkan dimensi pengelolaan dan pembelajaran dapat dipandang sebagai dimensi proses, sementara hahan pembelajaran merupakan dimensi masukan atau input. Semua ini harus menjadi fokus dalam penilaian terhadap mutu STIKes.
Keberadaan mutu STIKes adalah paduan Sifat-sifat layanan yang diberikan yang menyamai atau melebihi harapan serta kepuasan baik yang tersurat maupun tersirat. Untuk mengupayakan agar layanan yang diberikan itu memberi kepuasan kepada pelanggannya maka berbagai jenis pelayanan dan pelanggannya masing-masing perlu dipilah-pilah.
Sebagaimana dijelaskan di atas pelanggan STIKes dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Ini berarti lembaga itu harus memberi pelayanan kepada pihak-pihak yang ada di dalam atau menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan pendidikan di STIKes (pelanggan internal), yaitu dosen dan karyawan; dan pihak-pihak yang bukan menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan pendidikan itu (pelanggan eksternal) yaitu mahasiswa, orang tua, pemerintah dan masyarakat penyandang dana; dan pemakai lulusan. Jadi, STIKes bermutu adalah STIKes yang mampu memberi layanan yang sesuai atau melebihi harapan dosen, karyawan, mahasiswa, penyandang dana (orang tua, masyarakat dan pemerintah), dan pemakai lulusan (lembaga pendidikan pada jenjang di atasnya atau dunia kerja). Dengan memilah-milah pelanggan STIKes dapatlah diidentifikasi berbagai jenis layanan berdasarkan pelanggannya masing-masing. Jenis-jenis layanan itu adalah:
Bagi dosen dan karyawan:
a. Kepemimpinan
b. Manajemen
c. Pembinaan iklim lembaga
Bagi mahasiswa:
a. Kurikulum dan implementasinya
b. Kegiatan ekstrakurikuler
c. Pengembangan pribadi mahasiswa
d. Pengembangan bakat dan minat
Bagi orang tua dan rnasyarakat peyandang dana:
1. Pembinaan pribadi mahasiswa
2. Pembentukan budaya belajar
3. Pengembangan bakat dan minat
4. Pengembangan kemampuan akademik
Bagi masyarakat dan pemakai lulusan:
1. Pembentukan kompetensi lulusan
2. Pembentukan etos kerja dan motif berprestasi lulusan


Penjaminan Mutu Pendidikan Di STIKes

Penjaminan mutu merupakan suatu konsep dalam manajemen mutu. Manajemen mutu itu sendiri merupakan satu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi yang diarahkan dalam rangka:
1) memenuhi kebutuhan pelanggan secara konsisten, dan 2) mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi (Tenner dan De Toro, 1992).
Tujuan utama dari penjaminan mutu adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam produksi dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan, setiap sumber daya yang digunakan, dan setiap aspek yang terlibat dalam proses produksi dievaluasi secara terus menerus untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kekeliruan. Apabila terjadi kekeliruan maka segera dilakukan perbaikan sehingga bisa dihindari terjadinya kerugian yang lebih besar. Jadi selain evaluasinya dilaksanakan secara terus menerus perbaikannya pun dilakukan secara berkelanjutan atau terus menerus. Penerapan konsep ini dalam manajemen mutu dapat berdampak kepada produk yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat dan terus menerus.
Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai penerapan penjaminan mutu itu kemungkinan memerlukan biaya yang relatif mahal, namun dalam jangka panjang ini akan sangat menguntungkan. Dalam memulai penerapan penjaminan mutu memerlukan ketersediaan berbagai sumber daya, termasuk sumber daya manusia yang handal yang semua ini memerlukan pembiayaan yang tidak murah. Namun dengan diterapkannnya penjaminan mutu kegagalan produksi serta kesalahan dalam proses produksi dapat dicegah atau diperkecil sehingga memberi keuntungan yang besar.
Dalam penerapan penjaminan mutu proses yang terjadi menggambarkan semua kegiatan yang menjamin produk yang dihasilkan melewati proses yang dijanjikan. Dengan penerapan konsep ini kebutuhan terhadap dilakukannya kegiatan inspeksi dan pengendalian mutu yang hanya melakukan pemisahan produk yang bermutu dan tidak bermutu dapat dieliminasi atau dikurangi.

Proses penjaminan mutu dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan standar
dan prosedur terutama yang terkait dengan proses produksi, dalam rangka memproses masukan mentah (input) agar menghasilkan keluaran (output) yang dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan secara konsisten. Derajat kekonsistenan keluaran dengan berbagai standar mutu yang dijanjikan merupakan balikan untuk perbaikan. Selanjutnya agar masukan mentah dan keluaran itu pun bersifat baku maka ditetapkan pula standar untuk masukan dan keluaran tersebut.

Pada praktek manajemen mutu, dalam rangka memproduksi barang atau jasa pertimbangan aspirasi dan keinginan pelanggan harus diperhitungkan. Selain itu semua faktor yang terkait dengan proses produksi harus dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin produk yang dihasilkan memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan. Dengan demiklan dalam penerapan penjaminan mutu tidak lagi diperlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan melainkan semua sumber daya dan faktor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin dihasilkannya produk yang bermutu, yakni yang sesuai atau melebihi harapan pelanggannya (Ali, 2000).
Dalam bidang pendidikan logika sebagaimana dalam menerapkan manajemen produksi seperti dikemukakan di atas juga dapat diterapkan. Oleh karena itu dapat pula diterapkan konsep penjaminan mutu dalam manajemen mutu pendidikan. Ini berarti, bahwa penjaminan mutu pendidikan merupakan sistern pemantauan penyelenggaraan pendidikan di STIKes dalam upaya memenuhi tuntutan pencapaian mutu yang baku dan memberi jaminan kepada masyarakat dengan memfokuskan penilaian pada pengembangan pendidikan di STIKes dan pertanggungjawabannya. Penilaian yang berhasil akan menunjukkan keseimbangan di antara proses pengembangan dan proses akuntabilitas. Kedua fokus penilalan ini mengindikasikan pentingnya dukungan (melalui strategi pengembangan ) dan pentingnya tekanan (melalui proses akuntabilitas) dalam perubahan maupun perbaikan STIKes secara efektif (Fullan, 1991).
Penilaian pendidikan dalam rangka penjaminan mutu menjadi sangat penting dan fundamental sebagai akibat dari diberikannya otonomi dalam pengelolaan pendidikan. Dengan adanya akuntabilitas lokal maka proses penilaian yang lebih memuaskan sangat diperlukan untuk menjamin dicapainya standar dan harapan masyarakat.
Dalam menialankan tugas dan fungsi pendidikannya STIKes tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dan tergantung kepada lingkungan dan masyarakat sekitar khususnya pihak-pihak yang berkepentingan yang memiliki pengaruh terhadap aliran sumber daya yang dibutuhkan oleh STIKes. Karena STIKes BTH terselenggara karena pasokan sumber daya dari masyarakat maka masyarakat berhak untuk memperoleh informasi tentang kinerja STIKes. Jadi otonomi yang diberikan harus disertai dengan pertanggungjawaban. Dengan penjaminan mutu pendidikan maka diharapkan terwujud perbaikan secara terus menerus berdasarkan hasil penilaian yang terus menerus dan komprehensif.
Pada penjaminan mutu terdapat langkah-langkah yang satu sama lain saling berkaitan. Proses penjaminan mutu terdiri atas tujuh langkah yaitu penetapan standar, pengujian/audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung, penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan. Bila terdapat kesenjangan maka akan ditempuh langkah identifikasi kebutuhan dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan, dilanjutkan dengan pengembangan sistem perbaikan dan memadukan perbaikan dengan sistem yang berlangsung. Namun bila tidak terdapat kesenjangan akan ditempuh pengkajian ulang kesesuaian standar dengan sistem secara berkelanjutan.
Selain itu, dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan diperlukan suatu patokan atau standar tertentu sebagai pagu, dan pelayanan yang diberikan seharusnya sesuai atau melebihi pagu itu. Dengan demikian, semua fungsi manajemen diarahkan agar semaksimal mungkin semua layanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan pelanggan yang tercermin dari standar itu.
Keberhasilan penerapan konsep penjaminan mutu dalam bidang industri telah menvebabkan banyak pengelola organisasi, termasuk organisasi pendidikan untuk menerapkan konsep dan prinsip-prinsipnya, dengan modifikasi sesuai dengan kepentingan. Selain dalam bidang pendidikan pun dalam penerapannya memerlukan berbagai perubahan. Menurut Herman dan Herman (1995), perubahan harus dilakukan dalam tiga elemen, yaitu ;
1) Filosofi. Dalam upaya peningkatan mutu, pendidikan dipandang sebagai lembaga produksi yang menghasilkan jasa yang dibutuhkan oleh para pelanggannya. Mutu jasa yang dihasilkan ditentukan oleh sejauh mana dia memenuhi atau melebihi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun external. Agar jasa yang dihasilkan itu secara terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, maka feedback dari pelanggan sangat penting untuk dijadikan dasar dalam menentukan derajat mutu yang harus dicapai.
2) Tujuan. Tujuan pendidikan adalah memproduksi jasa yang didistribusikan kepada semua pelanggan baik internal (dosen dan karyawan), dan external (khususnya yang primer yaitu mahasiswa). Setiap aktifitas yang menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam tingkatan mutu yang lebih tinggi.
3) Proses. Proses pendidikan, mau tidak mau harus memerdulikan kesesuaiannya dengan kebutuhan pelanggan external. Feedback dari pelanggan external ini harus menjadi dasar dalam menentukan derajat mutu jasa yang diproduksi. Untuk mencapai derajat mutu yang diinginkan itu STIKes hanya menggunakan sumber daya manusia yang terdidik dan yang baik, serta sistem dan pengembangan produksi jasa yang memiliki nilai tambah yang memungkinkan pelanggan memperoleh kepuasan yang tinggi.

Penerapan penjaminan mutu ada yang bersifat formal, ada yang bersifat informal. Penjaminan mutu formal dilakukan oleh lembaga yang ada di luar organisasi (eksternal) yang bersifat independen yang secara khusus menjalankan evaluasi terhadap terpenuhinya standar mutu untuk akreditasi atau sertifikasi. Adapun penjaminan mutu yang bersifat informal dilakukan oleh suitu gugus tugas penjaminan mutu (quality circle) dalam lingkungan organisasi itu sendiri (internal), dengan tugas utama adalah menentukan standar mutu., sistem penilaian dan/atau audit mutu dan mengembankan instrumen untuk melakukan penilaian atau audit tersebut. Dalam pelaksanaannya penentuan baku mutu atau quality standard merupakan langkah yang harus diambil baik dalam konteks penjaminan mutu formal maupun informal.

Penjaminan mutu formal

Dalam bidang industri manufaktur maupun jasa, pembakuan mutu telah dilakukan secara internasional. Pembakuan mutu ini adalah untuk kepentingan penerapan penjaminan mutu yang bersifat formal melalui evaluasi yang bersifat eksternal, seperti halnya yang dilakukan melalui sertifikasi yang dilakukan oleh ISO (International Standard Organization).
Pembakuan mutu ini pada mulanya bernama quality sistem yang dikeluarkan oleh British Standard 5750 atau BS5750, yang terutama digunakan departemen pertahanan Inggris dan NATO dengan AQAP (Allied Quality Assurance Prosedures). Dewasa ini pembakuan mutu telah dilakukan terhadap industri, baik manufaktur maupun jasa melalui pemberian sertifikat ISO (International Standard Organization) yang dikeluarkan oleh International Organization For Standartdization yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 ini merupakan aplikasi dari prinsip penjaminan mutu yang didalamnya membakukan proses dan sistem yang harus dipedomani oleh satu perusahaan untuk menjamin mutu produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
ISO pada dasarnya merupakan aplikasi dari prinsip penjaminan mutu yang didalamnya membakukan proses dan sistem yang dijadikan pedoman oleh satu perusahaan untuk menjamin mutu produknya sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Model-model pembakuan juga mencakup pembakuan terhadap mutu produk beserta kalibrasi dan pengukurannya. Suatu perusahaan yang telah menerapkan ISO dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikasi dari badan Internasional itu.
Sistem ini merupakan sertifikat yang menggunakan standar internasional yang menjelaskan, bahwa organisasi itu telah menerapkan sistem mutu dengan standar internasional tersebut. Sertifikasi ISO diberikan oleh pihak ketiga yaitu badan akreditasi yang memiliki otorita untuk melakukan audit yang independen mengenai system mutu yang telah ditetapkan untuk suatu organisasi. Unsur-unsur yang terdapat pada ISO 9000 terdiri dari 20 buah, yaitu:
1) Tanggung jawab manajemen (kebijakan mutu, organisasi, tinjauan manajemen)
2) Sistem mutu
3) Tinjauan kontrak
4) Pengendalian desain (perencanaan dan pengembangan desain, masukan desain, keluaran desain, verifikasi/pembetulan desain, perubahan desain)
5) Pengendalian dokumen (persetujuan dan penerbitan, perubahan/modifikasi)
6) Pembelian (penilaian sub kontraktor, data pembelian, verifikasi produk yang dibeli)
7) Barang yang dipasok milik pembeli
8) Identifikasi dan kemampuan telusur produk
9) Pengendalian proses (proses khusus)
10) Pengujian (pengujian penerimaan, selama proses, test akhir, catatan pengujian)
11) Peralatan pengujian dan pengukuran
12) Status pengujian
13) Pengendalian produk yang tak sesuai (tinjauan ketidaksesuaian dan pengalihannya)
14) Tindakan koreksi
15) Penanganan, penyimpanan, pengemasan dan penyerahan
16) Catatan Mutu
17) Audit Mutu Internal
18) Pelatihan
19) Pelayanan
20) Teknik statistik. Elemen ini selanjutnya diaplikasikan pada jasa pelayanan seperti halnya pendidikan.
Penjaminan mutu secara formal dengan menerapkan pembakuan mutu model ISO 9000 bisa diterapkan dalam bidang pendidikan. Menurut Sallis (1993) di negara­negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris pemikiran untuk menerapkan penjaminan mutu formal model ISO telah dilakukan. Dalam rangka penerapan model ini filosofi pendidikan disesuaikan dengan ISO, diantaranya bahwa mutu pendidikan harus menjadi bagian dari sistem manajemen.
Dalam rangka menuju kearah pembakuan mutu pendidikan sebagaimana yang dilakukan melalui sertifikasi ISO perlu ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi fokus penjaminan mutu. Sekaitan dengan ini Departemen For Education and Children's Sevices (1996), menekankan agar penjaminan mutu difokuskan pada proses dan hasil pendidikan.
Dalam upaya merumuskan fokus penjaminan mutu ini, metode seperti dikemukakan diatas yakni dengan merumuskannya respon terhadap pertanyaan­pertanyaan, bukan merupakan satu-satunya metode. Oleh karena itu, apabila konsep penjaminan mutu ini akan diterapkan, kita bisa menemukan cara lain yang mungkin lebih komprehensif dalam merumuskan fokus, dengan tujuan yang terkait dengan system, proses dan
hasil pendidikan tersebut terjamin mutunya berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan.
Perlu dicatat. bahwa, apabila model penjaminan akan diterapkan dalam bidang pendidikan, maka diperlukan adanya hal-hal sebagai berikut:
1) Komitmen yang tinggi dari seluruh unsur yang terlihat dalam proses pendidikan. Komitmen itu terutama dicerminkan dari kinerja yang semaksimal mungkin diarahkan untuk memberikan jasa pendidikan kepada pelanggan, terutama pelanggan eksternal primer, yang sesuai dengan atau melebihi kebutuhannya.
2) Penilaian kebutuhan (need assessment). Agar diketahui kebutuhan yang sebenarnya dari pelanggan, dalam rangka menyelaraskan semua aktivitas dan sumberdaya yang digunakan dengan pemenuhan kebutuhan pelanggan perlu dilakukan identifikasisi dan penilaian kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Hal ini bisa dilakukan dengan melalui survei kebutuhan.
3) Perencanaan strategik. Apabila kebutuhan pelanggan telah dapat dikenali dan spesifikasi mutu telah ditetapkail, selanjutnya disusun perencanaan strategik. Langkah-langkah penyusunan rencana strategic ini meliputi perumusan visi dan misi, identifikasi pelanggan dan kebutuhannya, analisis K2PA (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dan identifikasi factor-faktor tertentu keberhasilan penyusunan rencana strategic perumusan kebijakan dan rencana mutu, penyusunan rencana biaya dan evaluasi serta umpan balik.
4) Penyusunan rencana taktis. Rencana taktis ini berkaitan dengan bagaimana melaksanakan apa sudah ditetapkan dalam rencana strategis, terutama menyangkut siapa akan nielakukan apa, cara melaksanakan tugas-tugas, waktu penyelesaian seriap tugas dan sumber daya yang memungkinkan untuk digunakan.
5) Penilaian kemajuan. Salah satu kegiatan penting dalam kegiatan perbaikan mutu adalah penilaian kemajuan. Hal ini mencakup semua langkah yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan kemajuan yang telah dicapai dalam setiap langkah diatas.

Program penjaminan mutu di Indonesia

Penerapan penjaminan mutu secara formal di Indonesia telah mulai dilaksanakan, di antaranya melalui akreditasi perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).


Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi

Salah satu contoh Quality Assurance di Perguruan Tinggi diambil pada bidang, teknologi yang tertuang dalam Quality Assurance Handbook (83-88, 2000). Dalam hand­book ini terdapat 11 unsur yang diukur, yaitu:
1) Pembinaan dan pengembangan lembaga
2) Desain jenjang dan kurikulum serta unsur-unsurnya secara eksplisit
3) Sumber daya keuangan, administrasi dan sarana fisik
4) Seleksi, evaluasi dan pengembangan tenaga pengajar
5) Seleksi peserta didik
6) Dukungan dan tuntutan bagi peserta belajar
7) Praktikum dan kerja praktek
8) Penilaian
9) Pelaporan prestasi peserta belajar
10) Sistem pengembangan
11) Peningkatan kurikulum yang berkelanjutan

Dari 11 unsur ini kemudian dikembangkan menjadi sejumlah elemen penjaminan mutu Pendidikan Tinggi, yang terdiri dari 1)Visi dan misi 2)Peraturan fakultas 3)Kriteria pemilihan dan penerimaan mahasiswa baru 4)Penilaian mahasiswa 5) Beasiswa 6) Organisasi 7) Proses belajar mengajar 8) Penelitian 9) Pengembangan dan evaluasi kurikulum 10) Pengembangan dan pemeliharaan silabus 11) Pengembangan dan pemeliharaan laboratorium 12) Pengembangan dan pemeliharaan workshop 13) Kerjasama dengan pihak luar negeri 14) Penerimaan staf pengajar 15) Pengembangan staf 16)
Bimbingan dan nasihat akademik mahasiswa 17) Pengembangan kemahasiswaan 18) Penerimaan mahasiswa baru dan pembiayaan 19) Pemeliharaan gedung 20) Pemeliharaan ruang terbuka 21) Kerumahtanggaan/ perlengkapan 22) Pengembangan tata ruang 23)) Teknologi pendidikan 24) Pusat komputer 25) Sistem administrasi 26) Alumni.



Penjaminan mutu informal

Pelaksanaan penjaminan mutu secara informal dilakukan oleh suatu gugus tugas di dalam organisasi yang di kenal dengan istilah gugus mutu (quality circle). Gugus tugas ini bertanggung jawab melakukan penilaian dan audit mutu secara terus menerus terhadap berbagai aspek atau dimensi mutu. Hasil audit ini dijadikan masukan kepada pihak manajemen untuk melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan.
Dalam rangka melaksanakan tugasnva Tim yang tergabung dalam gugus mutu ini pertama-tama harus melakukan pembakuan berbagai aspek dan dimensi mutu lembaga pendidikan. Proses pembakuan diawali dengan mengelaborasi berbagai komponen dari setiap dimensi mutu kemudian ditetapkan standarnya. Mengacu kepada berbagai standar ini selanjutnya clikembangkan indikator-Indikator yang akan dijadikan acuan dalam mengembangkan instrument audit mutu.
Dalarn manajemen mutu proses perbaikan dan peningkatan mutu dilakukan secara berkelanjutan dan perbaikan ini sebagian besar didasarkan atas hasil audit. Oleh karena itu, audit mutu juga harus dilaksanakan secara terus menerus. Adapun yang dimaksud dengan audit mutu itu sendiri adalah evaluasi secara sistematik dan independen yang dilaksanakan untuk menentukan apakah kegiatan peningkatan mutu yang berdasarkan hasil produksi telah sesuai dengan dokumentasi sistem mutu; apakah prosedur dalam dokumentasi sistem mutu diterapkan secara efektif dan pantas untuk mencapai sasaran yang diinginkan. (Ariani, 2004). Ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi kinerja mutu pada organisasi itu untuk kepentingan perbaikan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Pembakuan Mutu Pendidikan

Dalam ponerapan penjaminan mutu pendidikan terlebih dahulu perdu dikembangkan pembakuan mutu. Untuk ini langkah pertama yang dilakukan adalah mengelaborasi komponen komponen mutu pendidikan di STIKes, yang dimulai dengan menganalisis fungsi
STIKes itu sendiri.
Secara historis, STIKes merupakan lembaga pendidikan modern yang dikembangkan untuk membantu keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Dalam konteks ini, STIKes diharapkan dapat menyediakan layanan pendidikan yang tidak dapat dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat menaruh harapan kepada STIKes agar generasi mudanya dapat memiliki kemampuan-­kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah yang secara umum dipersepsi oleh masyarakat sebagai fungsi STIKes dalam memberikan layanan pendidikan. Dalam kenyataan, kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan dipersepsi dan dipahami oleh berbagai pihak secara beragam. Adanya keragaman persepsi dan pemahaman ini mendarong perlunya digali komponan-komponen mutu untuk kepentingan pengembangan konstruk mutu STIKes.
Studi yang dilakukan oleh Unesco (Delors, et. al, 1990) menyimpulkan tentang adanya empat pilar pendidikan, yang pada hakekatnya merupakan salah satu kajian tentang fungsi pendidikan. Keempat pilar pendidikan itu adalah: (a) learning to know, (b) learning to do, (c) learning to live together, dan (d) learning to be. Bila hasil studi tersebut dikaitkan dengan fungsi STIKes sebagai STIKes yang memberi layanan kepada pihak-pihak-pihak yang berkepentingan, terutama mahasiswa, dapat dipahami, bahwa pada dasarnya fungsi STIKes adalah:
1. Memberi layanan kepada mahasiswa agar mampu memperoleh pengetahuan atau kemampuan-kemampuan akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan.
2. Memberi layanan kepada mahasiswa agar dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan.
3. Memberi layanan kepada mahasiswa agar dapat hidup bersama maupun bekerjasama dengan orang lain.
4. Memberi layanan kepada mahasiswa agar dapat mewujudkan cita-cita atau mengaktualisasikan dirinya sendiri.

Hasil studi sebagaimana digambarkan diatas dapat dijadikan sebagai pijakan umum dalam mempersepsi atau memahami fungsi STIKes. Dalam konteks pendidikan perguruan tinggi di Indonesia, yang dalam banyak aspek memiliki karakteristik tersendiri, diskusi terfokus yang dilakukan dengan berbagai pihak yang mewakili kalangan akademisi (para pakar pendidikan), penyelenggara pendidikan (seperti yayasan), pimpinan STIKes, dosen, mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah menuntun pada kesimpulan, bahwa fungsi STIKes adalah membantu setiap mahasiswa untuk memperoleh dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang terkait dengan a) moralitas (keagamaan), b) akademik, c) vokasional (ekonomik), dan d) sosial-pribadi.
Seluruh kompetensi tersebut dapat dicapai melalui berbagai layanan yang harus diberikan oleh STIKes, yaitu: (a) implementasi kurikulum/proses belajar mengajar, (b) adminsitrasi dan manajemen STIKes, (c) layanan penciptaan lingkungan dan kultur STIKes yang kondusif, (d) layanan pembinaan organisasi dan kelembagaan STIKes, dan (e) kemitraan STIKes dan masyarakat. Dari kelima layanan tersebut, layanan implementasi kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan layanan inti yang menjadi ciri STIKes sebagai lembaga pendidikan. Adapun keberhasilan dari layanan tersebut perlu memperoleh dukungan: (a) pembiayaan, (b) tenaga (dosen dan staf administrasi), (c) sarana dan prasarana, dan (e) mahasiswa yang memiliki kesiapan untuk niengikuti pendidikan.
Analisis terhadap hasil studi sebagaimana dikemukakan diatas menuntun kepada kesimpulan tentang dimensi-dimensi mutu, yang keseluruhannya itu pada hakekatnya merupakan penjaminan agar STIKes bisa mengantarkan mahasiswa mencapai kompetensi-komptensi yang terkait dengan moralitas, akademik, vokasional, dan sosial pribadi.
Kompetensi­ kompetensi ini bisa dicapai melalui proses yang mencakup pemberian layanan implementasi kurikulum/proses belajar mengajar, penciptaan lingkungan/kultur STIKes yang kondusif, penyelenggaraan administrasi dan manajemen STIKes yang baik, peran serta masyarakat, dan pembinaan organisasi/kelembagaan STIKes yang baik; serta dengan dukungan pembiayaan yang memadai, tenaga yang sesuai dengan kebutuhan baik segi kuantitas maupun mutu, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dan penerima lulusan STIKes, baik pendidikan pada jenjang di atasnya maupun tempat kerja. Atas dasar ini dimensi-dimensi mutu STIKes dapat dielaborasi sebagai berikut:
1. Kurikulun/ proses belajar mengajar
2. Manajemen STIKes
3. Organisasi/kelembagaan STIKes
4. Sarana dan prasarana
5. Ketenagaan
6. Pembiayaan
7. Peserta didik/mahasiswa
8. Peran serta masyarakat
9. Lingkungan/kultur STIKes


Kesimpulan

Penjaminan mutu (quality assurance) merupakan suatu konsep dalam manajemenmutu di arahkan agar setiap produk yang dihasilkan oleh suatu lembaga industri sesuai atau melebihi keinginan dan harapan pelanggannya. Penerapan sistem manajemen mutu ini tidak melakukan pengendalian mutu setelah suatu produk dihasilkan, melainkan dengan melakukan pencegahan terhadap terjadinya kegagalan sejak awal hingga produk dihasilkan. Dalam penerapan penjaminan mutu diperlukan adanya pembakuan mutu (qual­ity standard) terhadap seluruh komponen dari semua dimensi mutu. Dalam dunia industri pembakuan mutu ini dilakukan oleh suatu organisasi yang berlingkup internasional. Setiap lembaga industri yang sistem, proses dan hasil produksinya telah memenuhi patokan mutu yang baku tersebut dapat mengajukan sertifikat mutu tersebut.
Penjaminan mutu dapat diterapkan dalam manajemen mutu pendidikan di STIKes. Apabila sistem ini akan diterapkan diperlukan adanya perubahan dalam filosofi, yakni dengan memandang STIKes sebagai suatu lembaga industri yang memproduksi jasa yang dijual kepada pelanggannya, baik internal yaitu dosen dan karyawan; maupun eksternal yakni mahasiswa, masyarakat, dan pemakai lulusan.
Pelaksanaan penjaminan mutu dilakukan melalui penjaminan mutu formal dan in­formal. Dalam rangka penjaminan mutu formal perlu lembaga mandiri yang independen yang melaksanakannya, sedangkan dalam penjaminan mutu informal seharusnya pada STIKes ada gugus penjaminan mutu. Namun demikian hal penting yang tidak boleh diabaikan untuk menerapakan penjaminan mutu pendidikan adalah menciptakan iklim kerja, komitmen dan budaya kerja yang kondusif bagi terjadinya audit mutu secara terus menerus dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan.


Penutup

Semua tantangan untuk pengembangan dunia pendidikan tersebut disambut baik oleh STIKes BTH untuk membentuk S1 Analis Kesehatan yang lingkup pengetahuan dapat diperankan pada analisa laboratorium, penyediaan reagen diagnostik, mengontrol ketepatan hasil analisa kesehatan dan cara penggunaan alat kesehatan. Bidang laboratorium kesehatan belum mendapat perhatian khusus sehingga merupakan peluang bagi pengembangan bidang analisa laboratorium. Insya Allah dalam waktu dekat akan terbentuk S1 Analis Kesehatan yang dapat menampung mahasiswa lebih banyak dan menghasilkan lulusan yang kompeten dalam mengisi bidang profesi analis kesehatan yang lebih terspesialisasi dan professional.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas perhatian para hadirin yang telah mengikuti penyampaian makalah saya sampai akhir. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ketua STIKes BTH, Ketua dan Sekretaris Jurusan Analis Kesehatan serta staf pengajar yang telah membantu memberikan masukan untuk tulisan ini.
Wabillahi taufiq wal hidayah. wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Referensi

Ali, M., (2000). Penjaminan Mutu dalam Manajemen Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar Pendidikan, Nomor 3 Tahun XXI.
Arian, D. W., ( 2004). Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif Jakarta: Ghalia Indonesia.
Branson, R.K. dan Buckner, T., (1995). Quality Aplication to The Classroom Tomorrow. Journal of Educational Technology. May-June (halaman 19-22).
Cuttance, P., (1995). An Evaluation of Quality Management and Quality Assurance Sys­tems for Schools. Cambridge Journal of Education, Vol. 25, No.I (halaman 97 -108).
Henry, R- (TT). Quality Assuranc:The Australian Government Perspective. Canberra
ldrus, N. B.U, and Sukisno, (2000). Quality Assurance Handbook. Jakarta: Directorate General of Higher Education
Jeffries, D.R., Evans, B., dan Reynolds, P., (1993). Training for Total Quality Man­age-ment. London: Kogan Page Limited.
Herman, J.L. dan Herman, J.J., (1995). Total Quality Management (TQM) for Education.
Journal of Educational Technology, May-June (halaman 14- 18).
Murgatroid, S., and Morgan, C., (1993). Total Quality, Management and the School.
Buckingham: Open University Press.
Ouston, Janet; Early, Peter; and Fidler, Brian, (1996). OFSTED Inspections: the Early
Experience. London: David Fulton Publishers
Rinehart, G., (1993). Quality Education: Applying the Philosophy of Dr. W. Edwards
Deming to Transform the Educational System. Milwaukee, WI ASQC Quality Press.
Sallis, E., (1993). Total Quality Management In Education. London: Kogan Page Ltd. Tenner, A.R. dan DeToro, I.J., (1992). Total Quality Management: Three Steeps To Continuous
Improvement. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company.
Tjiptono, F. dan Diana, A., (1996). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

entri